Berita
CNN hari selasa, 14 april 2020 08.05 WIB
Melihat
'Basa-basi' Relaksasi Pembayaran Kredit Saat Corona
Yuli Yanna Fauzie, CNN Indonesia |
Selasa, 14/04/2020 08:05 WIB
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan ()
mengeluarkan kebijakan relaksasi penundaan bayar cicilan dan
pembiayaan dari bank dan multifinance kepada masyarakat untuk meringankan beban
mereka dari tekanan wabah .
Kebijakan ini diberikan demi meringankan beban pengembalian pokok dan bunga
kredit atau pembiayaan bagi masyarakat.
Maklum saja, penyebaran pandemi virus corona atau Covid-19 aktivitas membuat
pekerjaan dan ekonomi masyarakat terganggu. Gangguan itu dikhawatirkan
akan menekan kemampuan masyarakat melunasi cicilan kredit dan pembiayaan
yang mereka pinjam.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah
Redjalam mengakui keringanan memang mau tidak mau harus diberikan.
Kalau tidak, dikhawatirkan permasalahan tersebut bakal meningkatkan rasio
kredit bermasalah di bank (Non Performing Loan/NPL).
Kendati belum ada perhitungan pasti, namun menurut
perkiraannya, NPL bisa melewati 5 persen pada tahun ini bila tak ada
kebijakan relaksasi tunda bayar cicilan kredit. Begitu pula dengan rasio
pembiayaan macet di multifinance (Non Performing Financing/NPF) yang juga bisa
meningkat bila tidak ada kebijakan ini. "Dengan begitu, bisa mengurangi
potensi terjadinya NPL, mengurangi tekanan likuiditas, dan permodalan,"
ungkap Piter kepada CNNIndonesia.com, Senin (13/4).
Sebagai gambaran, NPL bank secara gross masih
di kisaran 2,79 persen pada Februari 2020. Sementara NPF multifinance berada di
kisaran 2,66 persen pada periode yang sama. Hanya saja, masalah memang tidak
langsung selesai dengan kebijakan ini. Sebab, relaksasi kredit dan pembiayaan
sejatinya tidak diobral ke semua debitur, sehingga pada akhirnya tidak semua
bisa merasakan.
"Bank tentu harus mengkajinya secara cermat, nasabah mana
yang layak untuk mendapatkan restrukturisasi atau penundaan cicilan. Misalnya,
yang jangka panjang masih memiliki prospek untuk recover dan
menguntungkan bank, serta harus menghindari terjadinya moral
hazard," jelasnya.
"Maka dampak restrukturisasi tidak jor-joran,"
imbuhnya. Sementara bagi bank, Ekonom Bank Permata Josua Pardede melihat
kebijakan relaksasi sejatinya tidak serta merta menyelesaikan beban bank.
Sebab, risiko kredit tetap tinggi dan berpotensi menggerus keuntungan bila
tidak dikelola dengan baik. Misalnya, Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN)
bank akan meningkat pada tahun ini. CKPN merupakan cadangan yang dibentuk bank
untuk menghadapi risiko kerugian akibat penanaman dana dalam aktiva produktif.
Selain itu, ada risiko penurunan keuntungan bank yang tercermin
dari marjin bunga bersih (Net Interest Margin/NIM). Hal ini terjadi
karena penyaluran kredit baru pun diperkirakan bakal terhambat pada tahun ini. Sebab,
likuiditas yang seharusnya bisa berputar dari pembayaran cicilan kredit justru
harus dipakai untuk menalangi penundaan bayar dari debitur. Hal ini membuat
likuiditas untuk penyaluran kredit baru pun agak seret, meski rasio kecukupan
modal (Capital Adequacy Rasio/CAR) bank masih
relatif cukup.
CAR bank berada di kisaran 22,42 persen per Februari 2020.
Rinciannya, bank BUKU I 29,07 persen, BUKU II 25,06 persen, BUKU III 25,4
persen, dan BUKU IV 20,89 persen. "Tapi dari kecukupan modal, bank tetap
perlu berhati-hati karena restrukturisasi akan membuat perubahan jadwal cash
flow di masing-masing bank yang kemudian mendorong pengetatan likuiditas,"
katanya.
Hasil Diskusi
Dari
hasil diskusi menanggapi artikel berita tersebut kelompok piket hari selasa
menyetujui adanya kebijakan relaksasi penundaan bayara cicilan kredit dan
pembiayaan dari bank multifinance kepada masyarakat untuk meringankan beban
mereka dari tekanan wabah virus corona. Berikut merupakan paparan argument merka yang
menyatakan setuju dengan adanya kebijakan ini. Kebijakan pemerintah dan OJK ini
sangatlah tepat dan efisien dalam situasi sekarang ini. Lesunya perokonomian
negara kita memberikan kerugian secara finasial terhadap masyrakat k dan
berimbas juga kepada perusahaan-perusahan di negarag kita. Akibat covid 19 ini
yaitu menurunnya keuntungan dan kualitas sebuah perusahaan yang terkendala
dalam hal produktivitas mengakibatkan tidak bisa lagi memberikan hak kewajiban
kepada karyawannya sehinggamengambil sebuah langkah memPHK karyawan-karyawannya.
Jika pemerintah tidak menerapkan kebijakan
ini, dikhawatirkan akan meningkatkan rasio permasalahan di Bank yaitu NPL.
Mengingat dengan danya kekhawatiran masalah peningkatan NPL maka kebijakan ini
adalh kunci dari penurunan potensi NPL, likuiditas, dan permodalan. Kita tidak
hanya memandang prespektif sisi positif aja tetapi disisi lain juga keuntungan
bank menurun. Tak luput peran Pemerintah
j melakukan pengawasan secara ketat kepada para debitur yang sesuai dengan
syarat penyelektifan seperti nama perusahaan debitur trsbt dan imbasnya sesuai maka
diringankan pembayaran cicilan kredit dan bunga ini. Kenapa adanya
penyelektifan tersebut supaya menyeimbangkan dana negara untuk kebijakan
relaksasi dan juga untuk dana penanganan covid-19. Ojk juga memantau keungan
bank supaya tidak terjadinya cash flow malah akan membuat pengetatan
likuiditas. Adanya perencanaan matang untuk kebijakan stimulus bagi penjaminan
likuiditas bank. Dengan pandemi corona yang belum diketahui kapan berakhirnya
sehinga resiko-resiko harus terus dimitigasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar