Sabtu, 13 Mei 2017

ESAI 2 BULANAN (APRIL) - “PENGADAAN RUMAH BELAJAR SEBAGAI SOLUSI PENDIDIKAN ANAK BURUH MIGRAN DI WILAYAH PERBATASAN MELALU KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS HOLISTIK INTEGRATIF”



“PENGADAAN RUMAH BELAJAR SEBAGAI SOLUSI PENDIDIKAN ANAK BURUH MIGRAN DI WILAYAH PERBATASAN MELALU KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS HOLISTIK INTEGRATIF”

M. Silahul Mu’min 
150810101111


KELOMPOK STUDI PENELITIAN EKONOMI
2017 
 
PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan sebuah investasi penting dalam pembangunan nasional. Melalui pendidikan mampu menciptakan manusia – manusia yang berkualitas. Kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan bisa tercermin dalam konsep pendidikan yang sesuai. Artinya konsep pendidikan dengan sistem pembelajaran yang berkualitas dan konsep belajar mengajar yang komprehensif. Dalam teori modal manusia , pendidikan merupakan salah satu investasi yang bersifat jangka panjang untuk menciptakan sumber daya manusia berkualitas. Peningkatan kemampuan, keahlian serta kecerdasan bisa dibentuk dan diasah secara simultan melalui pendidikan. Semakin tinggi tingkat kualitas pendidikan suatu negara akan mencerminkan negara tersebut apakah termasuk negara maju ataupun berkembang. Pendidikan bisa menjadi representative keadaan sumber daya manusia di suatu negara. Representative bisa memberikan gambaran umum apakah suatu metode pembelajaran bisa menciptakan output berupa sumber daya manusia berkualitas.
Adanya sistem wajib belajar 12 tahun merupakan salah satu langkah pemerintah dalam upaya memberikan kesadaran terhadap masyarakat yang masih menomorduakan pendidikan. Pemerintah mensegmentasi masyarakat kalangan desa yang dirasa masih menganggap pendidikan bukanlah hal utama untuk meningkatkan kesejahtraan hidup. Hal ini bertolak pada fenomena banyaknya orang tua yang rela mempekerjakan anaknya yang masih usia dini. Memang banyak faktor selain pengaruh pola pikir yang membuat orang tua dengan terpaksa tidak menyekolahkan anaknya. Faktor utama lain bisa jadi karena keterbatasan ekonomi dari orang tua yang bersangkutan. Namun, di era sekarang hal ini menjadi alasan klasik karena pemerintah sudah memberikan kebijakan subsidi pendidikan untuk orang kurang mampu mulai dari tingkat SD, SMP, sampai ke perguruan tinggi. Maka sangat disayangkan jika masih ada orang tua yang tidak mensekolahkan anaknya yang masih berusia dini. Permasalahn tersebut memang masih menjadi faktor penghambat sebagai upaya untuk menciptakan sumber daya manusia berkualitas melalui pendidikan.
Permaslaahan pendidikan di Indonesia bisa dibilang sangat kompleks. Mulai dari permasalahn sistem belajar yang tidak sesuai hingga minimnya akses untuk mendukung pembelajaran. Salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia yakni adanya ketidaksetaraan kualitas pendidikan yang diberikan antara siswa yang berada di kota dan didaerah terpencil seperti daerah perbatasan. Permaslaahan ini yang pada umumnya masih belum diperhatikan secara penuh oleh pemerintah. Ketidaksetaraan kualitas pendidikan yang diterima oleh anak – anak didaerah terpencil sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusianya. Beberapa persoalan konkrit permasalahan pendidikan di daerah perbatasan antara lain sulitnya menempatkan tenaga guru, sulitnya membangun sarana  dan prasarana pendidikan serta tuntutan standarisasi sistem pendidikan mengenai jenjang pendidikan dan kurikulum nasional menghambat pendidikan d daerah perbatasan untuk mengejar ketertinggalan ( suciati dan ariningsih, 2016)
Menurut Tri Potranto (2003) persebaran sarana dan prasarana yang tidak dapat menjangkau desa-desa yang letaknya tersebar dengan jarak yang saling berjauhan, mengakibatkan pendidikan diwilayah perbatasan slalu tertinggal dibanding daerah lainya. Kendala minimnya sarana prasaran pendidikan dan pengembangan kualitas pendidikan di daerah perbatasan bisa dibantu dengan pengadaan sebuah Rumah Belajar. Rumah belajar bisa dijadikan sebagai solusi permasalahan pendidikan anak bururh migran di daerah perbatasan. Rumah belajar menyediakan konsep pendidikan karakter berbasis holistic integrative dengan tujuan untuk memperbaiki pola perilaku serta sikap anak buruh imigran. Hal ini dikarenakan selama ini banyak anak buruh migran yang belum mengerti akan sopan santun terhadap sesorang yang lebih tua. Fenomena itu disebabkan karena mereka masih belum diberi insentif ilmu pengetahuan dan pendidikan karakter. Maka penyediaan rumah belajar tersebut penting dilakukan dikarenakan tidak hanya membantu Perbaikan kualitas pendidkan anak buruh migran namun juga memperbaiki karakter serta pola perilaku dari anak buruh migran.  

PEMBAHASAN

            Berdasarkan hasil temuan Asis Wahyud, et al (2016), dapat dipaparkan beberapa karakter anak yang berada di daerah 3T yakni Terdepan, Terluar, dan Tertinggal dan daerah perbatasan khususnya di daerah kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara yang berbatasan langsung dengan wilayah sabah Malaysia sebagai berikut.
  • Rendahnya Karakter cinta tanah air
Karakter cinta tanah air diwujudkan dengan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Salah satu penerapan wujud rasa nasionalisme dilingkungan sekolah adalah dengan mengadakan upacara bendera. Namun, hal ini berbanding terbalik dengan upaya yang dilakukan sekolah – sekolah daerah terdepan dan terluar . disana pelaksanaan upacara bendera masih belum rutin dilaksanakan. Berdasarkan observasi yang dilakukan upacar bendera hanya 2 tahun belakangan baru dilaksanakan, sebelumnya belum pernah.
  • Rendahnya karakter tanggung jawab
Sikap tanggung jawab merupakan komponen penting yang harus dimiliki oleh seseorang. Adanya rasa tanggung jawab mampu menjadikan seseorang sebagai insan yang berkualitas dan dipercaya. Penerepan sikap tanggung jawab harus sejak dini dilakukan dan salah satunya ketika saat masih menjadi siswa. Banyak siswa di wilayah perbatasan memiliki rasa tanggung jawab rendah. Rendahnya tanggung jawab dibuktikan dengan banyak siswa tidak mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh guru. Tidak adanya buku teks pelajaran yang tersedia semakin mempengaruhi hasil belajar siswa. Biasanya buku teks pelajaran akan menjadi acuan siswa untuk belajar dan juga mengerjakan tugas.
  • Rendahnya karakter disiplin
Rasa tanggung jawab yang dimiliki juga harus disertai dengan sikap disiplin. Disiplin berarti sikap yang berkomitmen dalam mematuhi serta mentaati peraturan. Siswa di SMP SATAP Negeri 2 Tampan’Amma memiliki karakter sikap disiplin rendah  yang ditunjukan dengan masih banyaknya siswa datang terlambat ketika sekolah dan tak jarang dari mereka yang tidak memakai seragam sesuai peraturan. Kurangnya kesadaran diri dari siswa dan orang tua serta keterbaasan kondisi perekonomian menjadi faktor pemicu banyaknya siswa yang hanya memakai pakaian seadaanya ketika sekolah.  
  • Rendahnya karakter kreatif
Menurut Stenberg dan Lubart (dalam Aziz, 2009) menyebutkan bahwa sikap kreatif yang dimiliki seseorang memiliki ciri – ciri berikut yakni 1) ketekunan menghadapi tantangan, 2)keberanian untuk menanggung risiko, 3) keinginan untuk berkembang, 4) toleransi terhadap ketaksaan, 5) keterbukaan terhadap pengalaman baru, 6) keteguhan terhadap pendirian. Sikap kreatif menjadi poin penting dalam dunia pendidikan. Melalui sikap kreatif mampu menghasilkan siswa – siswa cerdas dalam merespon perkembangan zaman. Akan tetapi, rendahnya kreativitas siswa di daerah perbatasan menjadi tantangan tersndiri bagi tenaga pengajar di daerah perbatasan dalam pengembangan kemampuan siswa.

Berbagai permasalahan karakter yang dimiliki oleh kebanyakan siswa di daerah perbatasan menjadi tantangan tersendiri bukan hanya pemerintah tetapi juga mencakup kalangan akademisi , tak terkecuali dosen sebaga tenaga pendidik dan juga mahasiswa. Sebagai solusi untuk membantu memperbaiki karakter siswa di daerah perbatasan dengan keterbatasan fasilitas yang ada, penulis menyarankan sebuah gagasan pendirian Rumah belajar dengan konsep pendidikan holistic integrative.

Dalam upaya membantu permasalahan pendidikan di daerah perbatasan khususnya untuk anak buruh migran, penyediaan rumah belajar dirasa sangat potensial dikembangkan. Daya potensi ini bisa dijadikan sebagai wadah untuk pengupayaan pendidikan anak buruh migran. Konsep rumah belajar bisa menjadi komplementer pendidikan formal. Penyediaan rumah belajar yang praktis serta sistematis menjadi lebih efisien sebagai pengganti pengadaan pendidikan formal. Pada dasarnya, konsep rumah belajar tidak mengabaikan esensi dari pendidikan formal pada umumnya. Namun, konsep rumah belajar ini sangat mengedepankan nilai-nilai pendidikan karakter. Penekanan nilai-nilai karakter ini bisa dilakukan secara intra-personal dari tenaga pendidik ke para murid melalui kegiatan pengajaran, mentoring serta pengembangan kemampuan peserta didik.
            Nilai-nilai karakter yang disematkan di pembelajaran rumah belajar secara intrinsic termasuk dalam pola konsep pendidikan holistic integrative. Secara harfiah pendidikan holistic menitikberatkan kepada pengembangan kemampuan peserta didik dengan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Konsep ini bisa diterapkan ke para anak buruh migran yang notabenya butuh sistem pembelajaran yang asyik dan menyenangkan sehingga tidak terkesan membosankan untuk mereka. Sedangkan sistem pendidikan integrative merupakan konsep pendidikan yang lebih kompleks, komprehensif, dan menyeluruh dengan melibatkan unsur – unsur internal dan eksternal, mulai dari materi, metode, media serta SDM lainya seperti masyarakat dan orang tua.
            Penekanan konsep pendidikan karakter melalui pendidikan holistic-integrativ di rumah belajar diharapkan bisa merubah karakter anak di daerah perbatasan. Pendidikan karakter dengan tidak menghilangkan pendidikan nasionalisme menjadi komponen utama dalam muatan kurikulum di rumah belajar. muatan kurikulum yang perlu diadakan antara lain yaitu pendidikan nasionalisme mencakup pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan bela negara, pendidikan kewirausahaan, pendidikan karakter dan pendidikan life skill. meski secara harfiah rumah belajar bukanlah sekolah formal, akan tetapi hal ini tidak menjadi hambatan dalam upaya merubah karakteristik anak – anak di daerah perbatasan. Menurut agus wibowo (dalam ajis wahyudi et al, 2009) upaya yang dilakukan satuan pendidikan dalam memperkuat pendidikan karakter kepada para siswa bisa melalui pembiasaan kegiatan yang dilaksanakan di sekolah antara lain 1) kegiatan rutin seperti upacara bendera, 2) kegiatan spontan, seperti mengumpulkan sumbangan kepada teman atau warga yang terkena musibah, 3) keteladanan, seperti nilai disiplin, kebersihan, kerapihan, perhatia, jujur dan taat beribadah.  
Dari pembiasaan – pembiasaan tersbut bisa di masukan dalam konsep pendidikan dengan beberapa nilai karakter yang bisa ditanamkan di rumah belajar yaitu Cinta tanah air, rasa tanggung jawab, kedisiplinan , gemar membaca dan kreativitas. Adapun beberapa komponen nilai karakter tersebut bisa dimasukan dalam beberapa kegiatan dan muatan kurikulum di rumah belajar yang dapat diuraikan pada tabel sebagai berikut.

Nilai Karakter
Muatan Kurikulum
Bentuk Kegiatan
Cinta tanah air
- Pendidikan bela negara
- Pendidikan kewarganegaaraan
- Pendidikan pancasila
- rutin melakukan upacara tiap hari senin
- menyanyikan lagu nasional sebelum pembelajaran dimulai
- mengenalkan pahlawan – pahlawan Indonesia melalui media permainan dan pembelajaran
- menghafal nama – nama presiden Indonesia
- membiasakan penggunaan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi di lingkungan rumah belajar
- memasang foto para pahlawan dan presiden di rumah belajar
- mengenalkan produk – produk dalam negeri dll.
Rasa Tanggung jawab
- seluruh muatan lokal
- murid harus selalu mengumpulkan tugas
- murid harus mencatat setiap kegiatan yang dilakukan sehari – hari
- membentuk piket harian
- membentuk koordinator harian
- melakukan kerja bakti sekali dalam seminggu dll.
Kedisiplinan
- seluruh muatan lokal
- setiap murid dan tenaga pengajar wajib hadir 10 menit sebelum pembelajaran dmulai
- murid harus mengumpulkan tugas tepat waktu
- membiasakan mematuhi peraturan
Gemar membaca
- seluruh muatan lokal
- membuat kegiatan membaca one day one sheet untuk seluruh siswa
- menyedikaan perpustakaan mini
- menyediakaan buku yang relevan dengan disertai gambar – gambar menarik dll.
Kreativitas
- pendidikan life skill
- pendidikan kewirausahaan
- pemberian tugas karya seni terhadap siswa
- membuat produk berbasis kearifan lokal
- mengadakan kantin rumah belajar dll.
Penulis membuat beberapa komponen dari konsep pendidikan di rumah belajar dengan mengacu pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Asis Wahyudi, et al, (2016) dengan mengembangkan beberapa komponen yang ada. 

Gambar 1. Flow Chart model pendidikan di rumah belajar
 




PENUTUP
 
            Pengadaan rumah belajar diupayakan ada di setiap desa di wilayah perbatasan. Hal ini untuk membantu peran sekolah formal yang masih terbatas jumlahnya. Desa yang secara demografi memiliki akses sulit ke sekolah formal yang ada bisa dijadikan objek utama pendirian rumah belajar. Mahasiswa diharuskan bisa menjadi inisiator penggerak dalam pendirian rumah belajar. pemerintah dan instansi terkait diharapkan mampu menjadi penyokong utama. Pemerintah dalam upaya menyokong pendirian rumah belajar bisa menjadi otoritas regulator dan sumber dana. Intansi ataupun perguruan tinggi terkait bisa menjadi fasilitator melalui lembaga pengabdian masyarakat. Kedepanya upaya pendirian rumah belajar tidak hanya melibatkan pemerintah, perguruan tinggi maupun mahasiswa. Akan tetapi adanya dukungan pihak swasta bisa melakukan akomodasi dengan melakukan promosi ke masyarakat umum. 



                                                                 DAFTAR PUSTAKA


Ali, A, M. 2013. Rumah Belajar 'Karakter'. [Online]. http://bemfmipa.student.uny.ac.id/2013/09/23/rumah-belajar-karakter/. (8 April 2017)

Asis Wahyudi, Muzakki, H, M, Juliyansyah. 2016. "PEMBELAJARAN BERBASIS KARAKTER UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING DALAM ERA GLOBAL BAGI SISWA DI DAERAH TERDEPAN, TERLUAR, DAN TERTINGGAL (Studi Kasus di Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, NTT, dan Papua)". Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS. 1 (1), 1 - 12

Sternberg,R.J., & Lubart, T. I.(1995). Defying the crowd, cultivating creativity in a cultural of conformity. New York: A Division of Simon & Schuster Inc.

Sthohirin. 2012. Mewujudkan Pendidikan Holistik-Integratif di Indonesia. [Online]. http://ahmadthohirin.blogspot.co.id/2012/09/pendidikan-holistik-di indonesia.html. ( 8 April 2017)

Suciati dan Ariningsih. (2016). "Pengembangan Model Pendidikan Mnengah "Sekolah Kebangsaan" Di Daerah Terpencil, Tertinggal, Terluar dan Perbatasan Sebagai Implementasi Pembelajaran PKn". Jurnal Moral Kemsyarakatan. 1 (1), 76 - 86

Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter: Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
           

 


ESAI 2 BULANAN (APRIL) - "PENDIDIKAN KARAKTER BAGI MAHASISWA DALAM MENYONGSONG PERSAINGAN GLOBAL"




"PENDIDIKAN KARAKTER BAGI MAHASISWA DALAM 
MENYONGSONG PERSAINGAN GLOBAL"


Kiky Indah Sari
160810101109
 

KELOMPOK STUDI PENELITIAN EKONOMI 
2017


Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan tujuan tersebut diharapkan semua manusia dapat memperoleh pendidikan yang layak agar tujuan dapat terealisasi dengan baik.  Pendidikan memiliki berberapa jenjang, mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), sampai dengan perguruan tinggi. Selain pendidikan formal yang dilakukan di sekolah, pendidikan juga dapat dilakukan di luar sekolah melalui pendidikan non formal dan pendidikan informal. Jenis-jenis pendidikan ini harus diiringi dengan adanya pendidikan karakter, karena pendidikan karakter merupakan pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, mewujudkan dan menebar kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Pendidikan karakter mempunyai peran penting bagi semua peserta didik, termasuk para mahasiswa karena mereka mengemban tugas sebagai agent of change (agen perubahan) yang nantinya diharapkan dapat membuat perubahan pada pemerintahan Indonesia kedepannnya dan dapat membuat nama Indonesia dapat berkiprah di kanca internasional serta membantu Indonesia dalam menghadapi era persaingan global dewasa ini. Tugas tersebut diberikan kepada mahasiswa karena mereka dianggap sebagai calon pemimpin masa depan yang memiliki kualitas pendidikan memadai sehingga dianggap dapat membantu pemerintah dalam memajukan Indonesia menjadi lebih baik dan berkembang. Mahasiswa dapat memperoleh pengalaman melalui kegiatan yang diadakan oleh fakultas maupun universitas karena kegiatan tersebut dapat membentuk karakter para mahasiswa menjadi lebih terarah. Namun, tidak semua mahasiswa berkeinginan untuk terlibat dalam kegiatan mahasiswa tersebut karena mereka masih mempunyai karakter yang kurang terbuka terhadap lingkungannya. 
Dari sikap mahasiswa yang tidak berkeinginan untuk mengikuti kegiatan mahasiswa membuat munculnya istilah-istilah bagi kelompok mahasiswa tersebut, antara lain kelompok mahasiswa kupu-kupu yang kegiatannya hanya kuliah pulang-kuliah pulang, yang kedua kelompok mahasiswa cheerleader yang kegaitannnya hanya meramaikan kegiatan kampus namun tidak ikut serta dalam kegiatan kampusnya , dan yang ketiga kelompok mahasiswa yang aktif organisasi. Dari ketiga jenis kelompok mahasiswa, tipe ketiga merupakan kelompok mahasiswa yang paling baik karena mereka memiliki kemampuan untuk mengembangkan karakter yang mereka miliki melalui kegiatan mahasiswa ataupun organisasi.
Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan perilaku untuk hidup dan bekerja sama sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara, serta membantu untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan. Karakter yang menjadi acuan seperti yang terdapat  dalam The Six Pillar of Character yang dikeluarkan oleh Character Counts ! Coalition (a project of The Joseph Institute of Ethics). Enam jenis karakter tersebut : (1) Trustwothiness, bentuk karakter yang membuat seseorang menjadi berintegritas, jujur, dan loyal. (2) Fairness, bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki pemikiran yang terbuka serta tidak suka memanfaatkan orang lain. (3) Caring, bentuk karakter yang yang membuat seseorang memiliki sikap peduli dan perhatian terhadap orang lain maupun kondisi sosial lingkungan sekitar. (4) Respect, bentuk karakter yang membuat seseorang selalu menghargai dan menghormati orang lain. (5) Citizenship, bentuk karakter yang membuat seseorang sadar hukum dan peraturan serta peduli terhadap lingkungan. (6) Responsibility, bentuk karakter yang membuat seseorang bertanggung jawab, disiplin, dan selalu melakukan sesuatu dengan sebaik mungkin.  
Pendidikan karakter dapat memberikan dampak positif dalam pencapaian akademis. Hal ini telah dibuktikan oleh beberapa negara asing yang telah menerapkan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran. Negara-negara yang telah melaksanakannya adalah Amerika Serikat dan Cina. Pendidikan karakter membuat negara-negara itu lebih terbuka dengan lingkungannya dan membuat sistem pendidikan menjadi sesuai dengan umur dan kebutuhannnya. Pendidikan karakter sangat berdampak positif terhadap negara Cina karena negara Cina mampu bangkit dari keterpurukan ekonomi, sosial, dan budaya berkat mengganti sistem pendidikan yang kaku, menekankan hapalan, hanya berorientasi pada lulus ujian menjadi sistem pendidikan yang menyenangkan dan mengombinasikan aspek dimensi manusia, yaitu kognitif (intelektual), karakter, estetika, dan fisik (atletik) melalui pendidikan karakter. Dari contoh-contoh positif yang diberikan oleh negara asing akibat pengaruhnya pendidikan karakter membuat Indonesia harus mengembangkan kembali sistem pendidikan karakter dalam proses pembelajaran.
Pendidikan karakter dapat dimulai dari tingkat dasar sampai lanjut dan juga dapat dimulai dari kelompok kecil, yaitu di dalam keluarga. Bagi para mahasiswa, pendidikan karakter dapat diperoleh dari lingkungan keluarga dan lingkungan perguruan tinggi. Selain memperoleh pendidikan formal di dalam perguruan tinggi, mahasiswa juga dapat memperoleh pendidikan karakter melalui berbagai unit kegiatan mahasiswa yang berada di fakultas maupun universitas. UKM ini membuat mahasiwa dapat bersosialisasi dengan mahasiswa lain dan bersikap terbuka terhadap hal baru. Hal ini sesuai dengan jenis karakter yang disampaikan dalam Six Pillar of Character. Keenam jenis karakter yang disampaikan dapat meningkatkan kreativitas dan kualitas mahasiswa dalam menjalankan perannya  sebagai agent of change. Karena kreativitas mahasiswa dapat dikembangkan melalui karakter fairness yang membuat seseorang bersikap terbuka akan suatu hal, dimana akan membuat mahasiswa mau menerima adanya suatu perubahan dalam lingkungannya sehingga mahasiswa dapat mengembangkan kreativitas yang mereka miliki untuk menjadi suatu inovasi yang baru. Dan dengan adanya pendidikan karakter juga membuat mahasiswa mempunyai kualitas yang baik melalui karakter yang dimiliki setiap mahasiswa.
Kreativitas dan kualitas yang dimiliki mahasiswa dari pendidikan karakter berdampak pada persaingan global yang dewasa ini terjadi di Indonesia. Persaingan global menuntut masyarakat untuk berpikir kretif agar mereka dapat menguasai dan bertahan di pasar global. Oleh karena itu, Indonesia membutuhkan seseorang yang dapat mewujudkan impian itu. Pemerintah menganggap seseorang tersebut adalah mahasiswa karena mahasiswa adalah civitas akademika yang mempunyai kualitas yang unggul dalam hal pendidikan dan karakter yang dimiliki. Apabila semua mahasiswa di Indonesia memperoleh pendidikan karakter yang baik maka generasi penerus yang dimiliki oleh Indonesia akan semakin berkualitas dan kreatif. Sehingga Indonesia dapat menghadapi persaingan global dengan maksimal dan tidak lagi menjadi negara obyek para negara-negara asing di luar sana. Bahkan dengan kemampuan para generasi penerus bagsa yang berkualitas, mereka dapat mengembangkan kreativitas yang mereka miliki untuk membuat cara-cara yang inovatif agar Indonesia dapat bersaing dalam persaingan global dan berubah peran dari suatu obyek menjadi subyek dalam kegiatan perekonomian global.  

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Republik Indonesia Nmor 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. 8 Juli 2003. Jakarta.
Manalu, J. M. H. 2014. Pendidikan Karakter Terhadap Pembentukan Perilaku Mahasiswa (Studi Kasus Proses Pendidikan Karakter Dalam HMJ Sosiolog Universitas Mulawarman Kal-Tim). ejournal Psikologi. 2(4) : 26 – 38
Susanti, Rosa. 2013. Penerapan Pendidikan Karakter di Kalangan Mahasiswa. Jurnal Al-Ta’lim. 1(6) : 480 – 487
Chrisiana, Wanda. 2005. Upaya Penerapan Pendidikan Karakter Bagi Mahasiswa (Studi Kasus di Jurusan Teknik Industri Uk Petra). Jurnal Teknik Industri. 7(1) : 83 – 90

 

ESAI 2 BULANAN (APRIL) - "PROGRAM EXCELLENT LEARNING BASED ON SPLT (STUDENT, PRACTICE, LANGUAGE, AND TECHNOLOGY) : ALTERNATIF PENINGKATAN SUMBER DAYA MANUSIA INDONESIA YANG UNGGUL"




"PROGRAM EXCELLENT LEARNING BASED ON SPLT (STUDENT, PRACTICE, LANGUAGE, AND TECHNOLOGY) : ALTERNATIF PENINGKATAN 
SUMBER DAYA MANUSIA INDONESIA YANG UNGGUL"


Fitri Nur Aisyah


 KELOMPOK STUDI PENELITIAN EKONOMI
2017





      Di era modern ini, globalisasi menjadi salah satu fenomena yang tidak dapat  dihindari. Globalisasi mendorong perubahan-perubahan yang menuntut semua pihak untuk berkompetisi dalam era keterbukaan ini. Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) adalah bentuk nyata perdagangan bebas dalam kawasan ASEAN yang disebabkan adanya globalisasi. Pemberlakuan MEA pada akhir  2015  berdampak pada kemudahan atau tidak adanya penghalang bagi negara-negara kawasan ASEAN dalam hal perdagangan barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja terdidik. MEA menjadi sebuah peluang atau bahkan tantangan bagi negara-negara di ASEAN. Peentuan peluang atau tantangan tersebut akan dipengaruhi oleh kesiapan setiap negara dalam menghadapi pasar perdagangan bebas ini. Indonesia sebagai salah satu negara anggota ASEAN harus dapat memanfaatkan MEA ini menjadi sebuah peluang untuk memenangkan kompetisi persaingan global bukan menjadi sasaran pasar bagi negara-negara ASEAN lainnya. Untuk memenangkan sebuah persaingan global, keunggulan sumber daya manusia menjadi salah satu hal terpenting yang harus dimiliki oleh Indonesia. Tetapi permasalahannya sudah berkualitaskah sumber daya manusia Indonesia dalam menghadapi persaingan global?
            Sumber daya manusia merupakan salah satu aset negara dalam memenangkan sebuah persaingan. Jika berbicara tentang menghadapi sebuah persaingan, salah satu pertanyaan yang terlintas adalah seberapa besar daya saing Indonesia? Berdasarkan data laporan World Competitiveness Yearbook tahun 2016, daya saing Indonesia menepati posisi 41. Angka tersebut memang bukanlah angka yang rendah, namun jika dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand angka tersebut masih jauh tertinggal. Singapura menempati posisi ke-2, Malaysia berada pada posisi ke-25, dan Thailand berada pada posisi ke-34. Urutan daya saing Indonesia dibandingkan dengan negara tetangga lainnya menunjukkan bahwa masih ada permasalahan-permasalah yang berakibat pada rendahnya daya saing Indonesia. Permasalahan-permasalan terkait sumber daya manusia yang dihadapi Indonesia antara lain rendahnya kualitas sumber daya manusia. Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini disebabkan oleh beberapa faktor baik dari individunya sendiri maupun lingkungan sekitarnya. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah melalui jalur pendidikan. Pendidikan menjadi salah satu pilar utama dalam membentuk sumber daya manusia yang unggul. Sumber daya manusia yang unggul adalah sumber daya manusia yang berdaya saing. Sistem pendidikan di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan. Perubahan-perubahan tersebut diselaraskan dengan perubahan kondisi yang ada antara lain perubahan sistem Teacher Centered Learning  (TCL) menjadi Student Centered Learning (SCL).
            Namun dalam pengimplementasiannya, SCL masih dianggap kurang efektif karena mengalami beberapa hambatan. Berdasarkan penelitian Abdullah Aly (2014) menyatakan bahwa terdapat problem utama pembelajaran di Universitas Muhammadiyah Surakarta yaitu para dosen belum sepenuhnya menerapkan model pembelajaran berbasis SCL karena sebagian besar dosen masih menerapkan model berlajar berbasis TCL. Problem utama tersebut berdampak pada tiga problem turunan dalam pembelajaran di UMS yaitu (1) pembelajaran cenderung bersifat behavioristik dan bukan konstruktivistik,  (2) pembelajaran lebih menekankan pada aspek pedagogis dan bukan andragogis, dan (3) pembelajaran belum sepenuhnya melibatkan keaktifan para mahasiswa. Pembelajaran berbasis SCL diharapkan dapat meningkatkan kemampuan kritis mahasiswa karena dalam pembelajaran ini mahasiswa adalah subjek pembelajaran dan pengajar adalah fasilitator dalam pembelajaran. Namun sudah efektifkah pembelajaran berbasis SCL jika nyatanya masih terdapat hambatan-hambatan dalam pengimplementasiannya?
            Dengan adanya permasalahan ini, perlu dikaji ulang model pembelajaran yang diterapkan di Indonesia. Dalam mengkaji model pembelajaran tersebut harus disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan pasar atau kondisi yang ada saat ini sehingga mahasiswa ketika lulus sudah siap menghadapi dunia kerja. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Illah Sailah (Direktur Akademik Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi) menyatakan bahwa lulusan perguruan tinggi cenderung memiliki karakter cepat bosan, bermental lemah, tidak dapat membina kerja sama, serta tidak memilik integritas. Hal ini dapat terjadi karena apa yang diberikan di perguruan tinggi sudah tidak sesuai lagi dengan apa yang dibutuhkan oleh dunia kerja saat ini.  Materi yang disampaikan pada perkuliahan cenderung hanya materi secara teoritis saja, namun mahasiswa jarang sekali mempunyai kesempatan untuk mempraktikkan apa yang telah dimahasiswai tersebut. Dengan kata lain, perguruan tinggi hanya menyajikan hard skills saja. Tetapi pada kenyataannya, justru penentu kesuksesan teletak pada soft skills.
            Pentingnya soft skills ini diperkuat dengan hasil penelitian National Association of Colleges and Employers (NACE)  2012, yang menyebutkan bahwa Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) bukanlah hal terpenting dalam dunia kerja. Hal yang terpenting adalah adanya soft skills antara lain kemampuan komunikasi, kejujuran, kerja sama, motivasi, kemampuan beradaptasi dan kemampuan interpersonal lainnya. Selain itu, penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa pada umumnya pengguna kerja membutuhkan keahlian kerja berupa 82 soft skills dan 18 adalah hard skills. Penelitan tersebut menunjukkan bahwa soft skills-lah yang dibutuhkan oleh dunia kerja pada era sekarang ini.
            Aribowo (dalam Sailah,2008) membagi soft skills menjadi dua kelompok yaitu intrapersonal skills dan interpersonal skills. Intrapersonal skills merupakan ketrampilan seseorang dalam mengatur dirinya sendiri. Keterampilan ini meliputi transforming character, transforming believe, change management, stress management, time managment, creative thinking processes, dan goal setting & life purpose. Sedangkan interpersonal skills merupakan keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain yang meliputi communication skills, relationship building, motivation skills, leadership skills, self-marketing skills, negotation skills, presentation skills dan public speaking skills.
            Indonesia telah berupaya memberlakukan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sejak tahun 2002 dalam rangka mensinergikan antara hard skills dan soft skills. KBK ini mengamanatkan kepada setiap program studi di perguruan tinggi yang bersangkutan (bukan oleh pemerintah). Sailah (2008) menyatakan bahwa untuk mengimplementasikan KBK diperlukan keberanian untuk berubah, kreativitas dosen dalam mengoptimalkan sumber daya fasilitas dan kemauan serta komitmen yang kuat dari pimpinan perguruan tinggi untuk menerapkannya.  KBK ini mempunyai ciri-ciri antara lain proses pembelajaran yang dirancang dengan orientasi pada pencapaian kompetensi dan berfokus pada minat peserta didik (Student Centered Learning). Namun pada kenyataannya, SCL ini masih belum efektif dalam meningkatkan soft skills mahasiswa. Salah satu program yang dapat menjadi alternatif dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang unggul adalah Program Excellent Learning Based On SPLT (Student, Practice, Language, and Technology).
Program Excellent Learning Based On SPLT ini mengintegrasikan antara hard skills dan soft skills dalam pengimplementasian KBK yang ada di perguruan tinggi Indonesia. Program ini sebagai salah satu program wajb yang harus diterapkan oleh perguruan tinggi dalam proses belajar mengajar. Selain itu program ini memuat aspek-aspek yang harus diperhatikan oleh perguruan tinggi dalam menyiapkan lulusan yang tidak hanya pandai secara hard skills saja tetapi juga didukung soft skills yang luar biasa. Program ini akan menjadi sebuah pedoman sistem perkuliahan dan mengurangi tingkat kesenjangan (closing the gap) antar perguruan tinggi di Indonesia. Dinamakan Program Excellent Learning Based On SPLT karena program ini merupakan program unggul dalam artian suatu program yang diharapkan dapat membentuk sumber daya manusia yang unggul yaitu sumber daya manusia yang berdaya saing baik ditingkat lokal maupun global dengan menekankan pada aspek Student, Practice, Language, dan Technology. Berikut penjabaran dari aspek-aspek Program Excellent Learning tersebut:
1.        Student
Indonesia telah menerapkan sistem pengajaran Student Centered Learning namun pengimplementasiannya masih terdapat beberapa kendala seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Dalam Excellent Learning ini, penerapan SCL dikombinasikan dengan Sistem Among. Sistem Among merupakan sistem pengajaran yang dicetus oleh bapak pendidikan Indonesia yaitu Ki Hajar Dewantara yang berfokus pada kodrat manusia dan kemerdekaan yang telah diterapkan dalam pendidikan Taman Siswa. Dalam hal ini, dosen sebagai pamong yang bertugas untuk mendidik dan mengajar anak sepanjang waktu dengan kasih sayang sehingga  hubungan antara mahasiswa dan dosen dianalogikan seperti hubungan petani dengan tanamannya.
Pemilihan sistem among ini bukan tanpa alasan, sistem ini digali dari kearifan lokal bangsa Indonesia yang mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia. Selain itu pada dasarnya sistem among dapat diterapakan pada masa sekaran ini. Hal ini dibuktikan dengan penerapan sistem Among di SMA Taruma Nusantara, yang dapat terarah dan berhasil. Penelitian Supriyanto (2008) yang membandingkan antara pembelajaran dengan Sistem Among dengan SCL menunjukan bahwa dalam tataran tertentu pembelajaran dalam Sistem Among lebih maju dan sesuai daripada metode SCL, sebaliknya dalam tataran tertentu metode SCL yang diterapkan di Indonesia masih bersifat sentralisitik dan belum menjadi suatu metode yang secara otonom dan otentik dimiliki oleh guru atau dose. Dengan pengkombinasian Sistem Among dalam SCL maka diharapkan terbentuknya sumber daya manusia yang unggul yang mempunyai kemampuan berfikir kritis, kemampuan berkomunikasi, dan etika profesional berdasarkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
2.        Practice
Dalam elemen ini, mahasiswa tidak hanya diberikan materi perkuliahan secara teoritis saja. Namun dosen sebagai fasilitator juga menerapkan sistem pembelajaran yang mendukung kemampuan praktik mahasiswa. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kemampuan praktik mahasiswa adalah dengan adanya Case Study, Discussion, and Problem Solving Method. Dengan kegiatan tersebut akan meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, kemampuan kerja sama, dan kemampuan berkomunikasi mahasiswa. Selain itu yang harus mendapat perhatian dari dosen adalah adanya evaluasi setelah kegiatan practice ini sehingga mahasiswa mengetahui kesalahan atau kekeliruan yang ada selama proses practice ini.
3.        Language
Bahasa menjadi salah satu elemen penting dari Program Excellent Learning ini. Keikutsertaan bahasa dikarenakan rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia juga disebabkan oleh kurangnya kemampuan berbahasa asing.  Kurangnya kemampuan berbahasa asing ini disebabkan karena belum adanya kebiasaan masyarakat Indonesia dalam berbicara bahasa asing khususnya Bahasa Inggris. Oleh karena itu, program Excellent Learning ini  berusaha menjadikan bahasa asing khususnya Bahasa Inggris menjadi bahasa sehari-hari. Hal ini dapat dicapai dengan penanaman kebiasaan berbahasa Inggris dalam perkuliahan. Dosen sebagai fasilitator juga harus membudidayakan gemar berbahasa asing dalam rangka peningkatan kemampuan bahasa asing mahasiswa menuju sumber daya manusia Indonesia yang unggul. Penerapan aspek language ini antara lain dengan pengguanan literatur berbahasa Inggris, diskusi dalam Bahasa Inggris serta adanya inovasi Full Day Speak English.  Dengan semangat membiasakan berbahasa Inggris akan meningkatkan soft skills mahasiswa dalam hal komunikasi dan akan menciptakan nilai tambah terhadap sumber daya manusia Indonesia. 
4.        Technology
Seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat, mahasiswa dituntut untuk menguasai teknologi tersebut. Dalam pembelajaran, mahasiswa dibiasakan untuk menggunakan teknologi seperti presentasi menggunakan power point, virtual class, dan penggunaan sistem dalam memudahkan pembelajaran seperti e-Learning. Dengan aspek teknologi ini mahasiswa akan mempunyai nilai tambah ketrampilan yang berguna ketika mencari pekerjaan.







 







       






Gambar 1. Kerangka Konseptual
 
      Program Excellent Learning Based On SPLT dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menjadi alternatif untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam menghadapi persaingan global. Program ini telah layak diwujudkan dan dikembangkan karena sejatinya apek-aspek yang berada dalam Program Excellent Learning Based On SPLT telah diimplementasikan dalam sistem perkuliahan perguruan tinggi di Indonesia. Selain itu dalam program ini dikombinasikan dengan Sistem Among  Ki Hajar Dewantara yang mengandung nilai-nilai luhur yang sesuai dengan kepribadian Bangsa Indonesia yang diharapkan dapat menumbuh kembangkan kembali karakter-karakter Bangsa Indonesia dalam jiwa setiap mahasiswa. Selain itu penerapan program ini merupakan suatu kewajiban sehingga setiap perguruan tinggi di Indonesia mempunyai standar dalam penyampaian pembelajaran sehingga mengurangi kesenjangan (closing the gap) antar perguruan tinggi di Indonesia. Dengan penerapan Program Excellent Learning Based On SPLT akan menciptakan peningkatan sumber daya manusia yang unggul yaitu manusia Indonesia yang berdaya saing dengan nilai-nilai  karakter Bangsa Indonesia dan siap menghadapi serta memenangkan persaingan global.

DAFTAR PUSTAKA

Aly, Abdullah. 2014. Telaah Terhadap Problem Pembelajaran di Universitas Muhammadiyah Surakarta pada Tahun 2013-2014. Jurnal Studi Islam Vol 15 No.2
Fani, Setiani Rasto. 2016. Mengembangkan Softskilss Siswa Melalui Proses Pembelajaran. Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran Vol 1, 170-176
Sailah, Illah. 2008. Pengembangan Soft Skills di Perguruan Tinggi. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Tarmidi. 2010. Peran Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Terhadap Pembentukan Soft Skills Mahasiswa.
Wangid, Muhammad Nur. 2009. Sistem Among Pada Masa Kini: Kajian Konsep & Praktik Pendidikan. Jurnal Kependidikan Vol XXXIX
--------.2014.Mahasiswa perlu softskill. career.telkomunivesity.ac.id (diakses pada tanggal 14 April 2017)

 



 

Hasil Diskusi Kelompok 14_Minggu 4 (Mei)

  HASIL DISKUSI KELOMPOK 14 19 Mei 2022 Topik : Pemerintah tetap mewajibkan penggunaan masker pada kondisi dan kelompok masyarakat tertent...