6 April 2021
Link berita : https://news.detik.com/berita/d-5516058/ciri-milenial-gampang-terpapar-terorisme-menurut-bin-tak-berpikir-kritis
Topik “Internet menjadi faktor utama kaum millenial dapat terpengaruh radikalisme”
Ciri
Milenial Gampang Terpapar Terorisme Menurut BIN: Tak Berpikir Kritis
BIN mengungkap generasi milenial mudah
terpapar radikalisme dari
media sosial. BIN menyebut kalangan muda mulai dari usia 17-24 tahun menjadi
sasaran utama kelompok teroris menyebarkan paham tersebut.
"Media
sosial disinyalir telah menjadi inkubator radikalisme, khususnya bagi generasi
muda. Rentang kendali biasanya 17-24 tahun, ini yang menjadi target utama,
selebihnya di atas itu second liner," kata Deputi VII BIN Wawan Hari
Purwanto, dalam acara webinar 'Mencegah Radikalisme dan Terorisme untuk Melahirkan
Keharmonisan Sosial' di YouTube TVNU Televisi Nahdlatul Ulama, Selasa
(30/3/2021).
Wawan
mengatakan pengguna internet mengalami peningkatan selama masa pandemi
COVID-19. Berdasarkan survei BNPT, ada sekitar 80 persen generasi muda rentan
terpapar radikalisme, karena cenderung tidak berpikir kritis.
"Kecenderungannya
ini dikuatkan dengan survei BNPT terbaru bahwa 80 persen generasi milenial
rentan terpapar radikalisme. Ini menjadi catatan kita bahwa generasi milenial
lebih cenderung dia menelan mentah, tidak melakukan cek-ricek. Dan sikap intoleran
ini biasanya muncul kepada generasi yang tidak kritis di dalam berpikir,"
katanya.
Wawan
mengungkap potensi radikalisme pada generasi milenial melalui medsos, misalnya
banyak sekali konten terkait cara membuat bom. Lebih lanjut ada pula yang
mengajak generasi muda bergabung sebagai anggota, diajarkan bagaimana menyerang
hingga praktik membuat bom.
"Oleh
karenanya, kita selalu memberikan literasi dan patroli cyber kita, dan selalu
menyampaikan untuk berpikir menanyakan kepada mereka-mereka yang berkompeten,
sumber-sumber yang bisa dipercaya dan sahih," ujarnya.
Wawan
menyebut penyebaran radikalisme melalui media sosial menjadi menarik bagi
generasi muda. Sebab, menurutnya, generasi muda berada di usia rawan karena
kebutuhan jati diri dan eksistensi.
"Penyebaran
paham-paham radikal yang sering dibumbui narasi heroisme, kemudahan-kemudahan
mengakses internet, dan banyaknya waktu luang. Kemudian konten dan narasi
radikal kemudian disebar dengan mudah dan diakses oleh generasi muda,"
ujarnya.
Oleh
karena itu, BIN memantau akun-akun medsos yang terdapat komunikasi terkait
penyebaran ideologi terorisme, ideologi radikalisme. Adapun narasi terkait
ideologi terorisme yang berkembang misalnya dikemas dengan narasi
ketidakadilan.
"Radikalisme
generasi muda di media sosial adalah propaganda radikalisme media sosial
dikemas dengan narasi ketidakadilan. Pesan tersebut membentuk kesesatan
berpikir bahwa tatanan sosial saat ini perlu dibenahi dan generasi muda
diposisikan sebagai juru selamat yang mampu mengubah keadaan, salah satunya
melalui aksi teror," ujarnya.
HASIL DISKUSI
Pro
Kemudahan
informasi dan banyak nya informasi yang tersebar dalam medsos/internet yang
mengandung unsur radikalisme atau terorisme membuat kaum millenial mudah
terpapar radikalisme. Banyaknya media sosial, seperti Ig, Fb, Twitter, Youtube
dll memudahkan pendoktrinan terorisme kepada kaum millenial untuk
merekrut anggota. Dalam berita tersebut disebutkan survei BNPT terbaru bahwa
80% generasi milenial rentan terpapar radikalisme , hal tersebut didukung
dengan penggunaan internet yang meningkat pada saat pandemi Covid 19. Point nya
adalah bukan mudahnya kaum millenial terpapar radikalisme / terorisme , tetapi
kaum millenial tidak bisa memilih informasi yang tepat dan bijak berdasarkan
umurnya dari arus informasi internet atau media sosial sehingga kecenderungan
perilaku millenial dipengaruhi oleh informasi yang didapatkan nya melalui
internet / medsos.
Kontra
Paham
radikalisme saat ini makin mudah masuk dikalangan generasi muda. Akan tetapi
Penyebaran radikalisme melalui internet tak cukup kuat untuk mendorong
seseorang melakukan aksi terorisme dan sebagainya, karena internet hanya
menjadi salah satu media penyebar pemikiran tersebut. Selain itu, juga ada
beberapa hal yg menyebabkan seseorang mudah terpapar radikalisme seperti yg
diungkapkan oleh Menteri Agama (Menag) RI, Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi
yakni ekonomi dan pendidikan. Meskipun sisi lain informasi di internet
menguntungkan gerakan" radikalisme sebagai bentuk propaganda cuma-cuma, tetapi
informasi di internet juga memunculkan gerakan massa dari masyarakat sendiri
untuk aktif berperan serta menjaga lingkungannya dari hal-hal yang dapat
mengganggu keamanan dan ketertiban umum. Misalnya upaya antisipatif atas
meluasnya pengaruh gerakan ISIS melalui media sosial dilakukan dengan kampanye
secara masif. Kemudian menteri kominfo Rudiantara mengatakan bahwa pihaknya
telah menggelar sejumlah upaya untuk mencegah penyebaran konten radikal.
Setelah memblokir telegram yang terbukti menyebarkan ide" dan konten"
berbahaya, pemerintah juga menggandeng Google dan Twitter untuk menangkal
konten radikal yang negatif. Hal tersebut membuktikan bahwa Internet berperan
penting dalam mengatasi gerakan radikalisme.
Kesimpulan
Penggunaan
internet saat ini memang semakin meningkat. Karena dengan adanya internet,
segala informasi mudah untuk disebarkan. Banyaknya media sosial seperti
Instagram, Facebook, Twitter, Youtube, dan lain-lain juga rentan memudahkan
pendoktrinan radikalisme/terorisme kepada kaum millenial. Benar adanya selain
internet, rendahnya ekonomi dan pendidikan juga dapat memicu seseorang mudah
terpapar radikalisme. Namun, kendati demikian tidak sepenuhnya menunjuk bahwa
internet merupakan sesuatu yang sifatnya negatif atau dikatakan sebagai faktor
utama kaum millenial dapat terpengaruh oleh radikalisme, begitu pun pada
kemiskinan dan rendahnya pendidikan yang telah disebutkan sebelumnya. Semua itu
kembali kepada diri masing-masing. Baik internet, kemiskinan, maupun rendahnya
pendidikan bersumber dari pribadi diri sendiri. Internet bisa disalahgunakan
karena faktor kecerobohan manusia, kemiskinan bisa terjadi juga karena kondisi
dan bagaimana kita mengelola ekonomi, bahkan rendahnya pendidikan pun harus
disadari diri sendiri. Jadi, pada dasarnya yang menjadi faktor utama adalah
diri kita sendiri. Apabila kita bisa mengendalikan diri sendiri, maka internet
pun tidak akan bisa mempengaruhi kita untuk terpapar ke ranah
radikalisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar