9 Maret 2021
Link berita : https://amp.kompas.com/nasional/read/2021/03/08/08034281/seruan-jokowi-soal-benci-produk-luar-negeri-yang-berujung-kontroversi
Topik : Kontroversi atas seruan Pak Jokowi tentang Membenci Produk
Asing
Seruan
Jokowi soal Benci Produk Luar Negeri yang Berujung Kontroversi
Seruan Presiden Joko
Widodo yang menggaungkan benci terhadap produk-produk luar negeri berujung pada
kontroversi. Meski sebagian pihak mendukung, tak sedikit yang menyayangkan
pernyataan itu. Dalam pidatonya, Jokowi menyampaikan bahwa mencintai produk
Indonesia saja tidak cukup, sehingga kampanye benci produk asing harus
digaungkan.
"Ajakan-ajakan
untuk cinta produk-produk kita sendiri, produk-produk Indonesia, harus terus
digaungkan, produk-produk dalam negeri. Gaungkan juga benci produk-produk dari
luar negeri," kata Jokowi saat membuka Rapat Kerja Nasional Kementerian
Perdagangan tahun 2021 di Istana Negara, Jakarta, Kamis (4/3/2021).
Jokowi menyebutkan, kampanye cinta produk Indonesia dan benci produk luar
negeri penting dikumandangkan supaya masyarakat loyal terhadap hasil karya anak
negeri.
"Bukan hanya
cinta, tapi benci. Cinta barang kita, benci produk dari luar negeri. Sehingga,
betul-betul masyarakat kita menjadi konsumen yang loyal sekali lagi untuk
produk-produk Indonesia," ujarnya.
Sadar pernyataannya
menuai kontoversi, Jokowi justru kembali menegaskan ajakannya. Menurut dia, tak ada persoalan dengan menggaungkan produk asing. Justru ia heran
seruannya itu berujung kontroversi.
"Masa enggak
boleh kita nggak suka? Kan boleh saja tidak suka pada produk asing, gitu aja
ramai. Saya ngomong benci produk asing, begitu saja ramai. Boleh kan kita tidak
suka pada produk asing," kata Jokowi, saat membuka Rapat Kerja Nasional
XVII Hipmi tahun 2021 di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat.
Dampak hubungan internasional
Pengamat kebijakan
publik Agus Pambagio menilai bahwa seruan Jokowi merupakan terobosan yang baru
kali pertama disampaikan Kepala Negara. Namun, di saat bersamaan, ajakan
tersebut bisa berbahaya dan berdampak pada hubungan Indonesia dengan
negara-negara tetangga.
"Bisa terobosan
yang dimaksud Presiden, tetapi di komunikasi international relation itu bisa
berbahaya," kata Agus dalam sebuah diskusi daring, Minggu (7/3/2021).
Agus menyebutkan, pernyataan Jokowi bisa berdampak
buruk lantaran saat ini Indonesia tengah meminta berbagai fasilitas dukungan terkait
upaya penanganan pandemi Covid-19. Ia khawatir ajakan Presiden dampaknya
melebar hingga ke hubungan baik Indonesia dengan berbagai negara yang sedang
bekerja sama.
"Memang itu
heroik, tetapi kedutaan-kedutaan besar kan di sini, pasti mereka report ke
negaranya, jadi nanti mereka pasti akan cari informasi ini. Kenapa benci, apa
yang dibenci," ujar Agus.
Menurut Agus,
sebelum menyampaikan pernyataan Presiden semestinya berkonsultasi dengan ahli
komunikasi dan hubungan internasional. Dalam situasi pandemi seperti ini, kata dia, pemerintah seharusnya lebih
berhati-hati.
Potensi blunder
Direktur Eksekutif
The Political Literacy Institute Gun Gun Heryanto menilai, pernyataan Jokowi
riskan disalahpahami masyatakat. Seharusnya,
Jokowi menggunakan komunikasi persuasif untuk merangsang masyarakat memiliki
kecintaan pada produk dalam negeri.
"Bukan kata
yang menyerang produk negara lain," ujar Gun Gun saat dihubungi Kompas.com,
Kamis (4/3/2021).
Gun Gun mengatakan,
pola komunikasi yang disampaikan Jokowi untuk membenci produk luar negeri
justru bisa menjadi blunder atau berdampak negatif.
"Karena narasi
membenci produk asing tak seiring dan sejalan dengan kebijakan membuka pintu
bagi produk dan investasi asing kan," ucapnya.
"Alih-alih
mendapatkan tempat dalam pemahaman khalayak dan para pelaku usaha, yang ada
malah bisa menjadi blunder yang tak perlu," kata Gun Gun.
Masih impor
Secara terpisah,
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menyatakan,
pernyataan Jokowi soal membenci produk luar negeri sebaiknya tidak disampaikan. Sebab bagaimanapun, tidak mungkin bangsa
Indonesia tidak bersentuhan dengan produk dari luar negeri.
"Produk-produk
otomotif kita itu kontennya 70 persen impor," kata kata Mardani saat
diwawancara di program Rosi, Kompas TV, Kamis (4/3/2021).
Contoh lain,
misalnya, sepatu juga yang dibuat di Indonesia bahannya ada dari Thailand atau
Vietnam.
"Jadi kita
tidak bisa jadi bangsa chauvinis," ujarnya.
Menurut Mardani, hal
yang seharusnya dilakukan yakni meningkatkan daya saing produk dalam negeri,
bukan dengan cara membenci. Justru
dengan membeli produk luar negeri, bangsa Indonesia bisa belajar untuk meniru
teknologinya.
"Cukup dorong
dengan inovasi dan pelatihan bagi UMKM lokal plus bantu pemasarannya,”
tuturnya.
Penjelasan Istana
Pihak Istana pun
akhirnya angkat bicara terkait hal ini. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf
Kepresidenan (KSP) Dany Amrul Ichdan menyebutkan, Presiden tak bermaksud
mengajak masyarakat membenci negara produsen atau produk asing secara harafiah. Oleh karenanya, ia meminta masyarakat tak
menyalahartikan ajakan Jokowi soal menggaungkan benci
produk luar negeri.
"Jadi Presiden
menyatakan ayo benci produk asing bukan dalam konotasi sebenarnya kita harus
membenci negaranya atau produknya secara harafiah secara letterlijk,
tidak, tolong jangan juga diartikan secara letterlijk," kata
Dany dalam sebuah diskusi virtual, Minggu (7/3/2021).
Menurut Dany, Presiden sejatinya tengah memberikan semangat motivasi dan heroik kepada jajarannya dan seluruh masyarakat Indonesia agar mencintai produk-produk dalam negeri. Di tengah situasi krisis yang ditimbulkan pandemi Covid-19 Jokowi mengajak seluruh elemen khususnya para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk bangkit dan mampu bersaing dengan produk-produk luar negeri. Namun, untuk dapat bersaing, produsen dalam negeri harus melakukan pembenahan fundamental yang meliputi hulu, proses, hingga hilir produksi. Dengan demikian, produk dalam negeri diharapkan lebih mendapat tempat dan dicintai masyarakat.
"Kalau hulunya
tidak dibenahi, hulunya tidak dipersiapkan, proses produksinya efisien yang
kompetitif, dia juga nggak ada artinya. Sehingga presiden menyampaikan itu agar
kita tergerak, ayo kita bangkit sekarang," ujar Dany.
"Enggak usah
ekspor dulu deh, di Republik sendiri marketable enggak,"
tuturnya.
Dany menyebutkan,
ajakan benci produk luar negeri ini muncul lantaran Presiden belum melihat
adanya langkah yang optimal dalam mengembangkan produk dalam negeri, khususnya
selama masa pandemi. Menurut dia,
ajakan tersebut menjadi keharusan dan semestinya sudah digaungkan sejak lama.
"Apakah itu
menimbulkan dampak ataukah menjadi keharusan, harus, memang itu sudah
seharusnya demikian, sudah harusnya sedemikian digaungkan sejak lama,"
kata Danny.
Danny menambahkan,
pasca-pernyataan Presiden itu, duta besar RI di berbagai negara punya tugas
untuk menyampaikan maksud dari ucapan Kepala Negara. Negara tetangga harus memahami bahwa pernyataan Jokowi ini
dimaksudkan untuk membangkitkan semangat produksi dalam negeri.
"Ini
membangkitkan semangat untuk dalam negeri tapi tidak dalam kontekstual secara
benci negaranya atau produk dari luar, tidak, ini untuk kebangkitan kita. Jadi
internal konteksnya," kata dia.
HASIL DISKUSI
Pro :
Setuju dengan seruan pak Jokowi yang sebenarnya bermaksud untuk menanamkan jiwa nasionalisme agar masyarakat dapat lebih mencintai produk dalam negeri, lebih menghargai karya anak bangsa dan jangan sampai memiliki ketergantungan dengan produk asing. Indonesia sangat Kaya akan Sumber Daya Alam, sudah seharusnya kita mampu memanfaatkan ini semua tanpa harus bergantung dengan produk luar.
Kontra :
Tidak setuju dengan pernyataan pak Jokowi, karena hal itu akan membuat terganggunya hubungan kerja sama dengan negara lain. Indonesia sendiri masih banyak membutuhkan produk luar negeri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Meskipun Indonesia memiliki Sumber Daya Alam yang banyak, tapi negeri ini masih belum mampu mengelolanya dengan baik. Hal itu dikarenakan masih terbatasnya kemampuan SDM dalam negeri untuk mengadopsi teknologi, sehingga Indonesia belum mampu untuk memproduksi dengan kapasitas tinggi dan mencukupi semua kebutuhan dalam negeri. Selain itu, seharusnya langkah yang diambil pemerintah ialah lebih memperhatikan SDM dan memfasilitasinya agar mampu memproduksi barang yang tidak kalah dengan produk asing.
Kesimpulan :
Dengan populasi penduduk yang besar serta memiliki Sumber Daya Alam yang melimpah, sudah seharusnya kita bisa memanfaatkan itu dengan baik. Dilain sisi, sebagai makhluk sosial kita masih butuh untuk bekerja sama dengan pihak luar, tidak mungkin kita berdiri sendiri. Langkah yang bisa diambil pemerintah ialah memaksimalkan potensi yang ada baik itu Sumber Daya Manusia maupun Sumber Daya Alam agar Indonesia mampu memproduksi barang dengan kualitas dan kapasitas yang tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar